Umur pers didunia memang sudah lampau, seperti 3000 tahun yang lalu fir’aun di mesir mengirim pesan kepada perwiranya di provensi untuk memberitahukan apa yang terjadi di ibukota. Lain hal di Negara Indonesia sendiri. Sejarah pers mengalami perkembangan yang beragam. Misalnya dimasa colonial, Indonesia sendiri memiliki surat kabar pertama bernama “Medan priyayi” yang di kelola secara nasional dan memiliki peran sebagai alat propaganda dan agent of change. Medan priyayi ini juga digunakan sebagai perubah politik feodalisme menuju bangkitnya tradisi politik modern dan di siapkan sebagai pembela bagi yang terperkara, bahkan medan priyayi tercatat pernah mengurusi 225 orang yang terperkara. Setelah itu medan priyayi ini tenggelam seiring dengan kejatuhan “Tirto” pemimpin dari medan priyayi ini. Perjalanan pers kemudian dilanjutkan dengan terbitnya surat kabar “De express ” milik indist partij yang di pelopori oleh 3 serangkai
dengan kata sakti “ MERDEKA ”, yang kemudian menjadi musuh bebuyutan colonial belanda. Karena panasnya kritik yang di lancarkan 3 serangkai, akhirnya de expressdi bredel oleh pihak colonial dan 3 serangkai di hukum dan di asingkan ke belanda. Selanjutnya pada tahun 1946 cung sen mendirikan perusahaan media dan menerbitkan surat kabar dengan bahasa tionghoa dengan nama “ chinesse daily news ”. kesuksesan surat kabar ini membuat cung sen memiliki keinginan untuk menerbitkan surat kabar lain. Dan pada tahun 1948 terbitlah surat kabar sore dengan nama “de vrije pers ” dengan bahasa belanda. Walau telah memiliki 2 surat kabar yang cukup sukses, cung sun masih belum cukup puas dengan hal-hal ini. Sehingga pada tahun 1949 cung sun Dkk menerbitkan surat kabar berbahasa Indonesia dengan nama “ java post ”. sayang pada waktu itu soekarno memberlakukan gerakan anti belanda, yang dimana segala sesuatu yang berbau belanda harus di ganti. Misalnya pelarangan nama asing , sehingga ini menjadi salah satu penyebab Koran-koran bahasa asing ditutup.
Dimasa orde lama presiden menerapkan demokrasi terpimpin yang di cirikan dengan adanya “ NASAKOM ” dan ”Manipol usdek ”. tetapi pers mendapat serangan dari soekarano karena terlalu cenderung membesar-besarkan dan memberikan tekanan pada soal-soal pribadi. Dan soekarno pun akhirnya berhasil memaksa PWI (persatuan wartawan indonesia), yang semulanya independen masuk kedalam FRONT NASIONAL sebagai bagian dari sistem demokrasi terpimpin. PWI pun akhirnya masuk kedunia politik, sehingga PWI di gunakan sebagai alat untuk menghantam lawan politiknya oleh soekarno. Selama rezim soekarno seakan-akan pers menganut sistem bertanggung jawab sosial, namun kenyataannya sistem pers Indonesia adalah sistem otoriter terselubung. Yang dimana berita tidak harus menarik, tetapi berita harus sejalan dengan cita – cita bangsa dan pemerintahan. Sehingga pers Indonesia pun di awasi dan hanya bisa memuat pidato-pidato pejabat saja.
Di masa orde baru sistem pers Indonesia di ubah ke sistem pers otoriter terang-terangan. Pers ini di gunakan sebagai alat untuk membersihkan pers nasional dari campur tangan orde lama. Tapi ketidak puasan wartawan terhadap keputusan pemerintah yang pada tahun 1990 an membredel pers, tempo, detik dan editor. Pada tahun inilah para wartawan membentuk organisasi baru yang bernama AJI ( aliensi jurnalistik independen ). Dengan tujuan kebebasan berpendapat dan menghancurkan ke otoriteran orde baru. Sehingga pada tahun 1998, rezim orde baru pun tumbang dan di ganti dengan orde reformasi. Di masa inilah pers mengalami perubahan dan di anggap memberi pencerahan terhadap pers Indonesia. Sehingga pers dijadikan pilar penegak demokrasi, karena bebas memberitakan apa-apa yang benar dan salah yang dijalankan oleh institusi, baik institusi pemerintah maupun swasta.
Tapi di era sekarang ini pers sudah mengalami banyak perubahan, baik perubahan dalam fungsi dan perannya. Misalnya pers harus menjalankan tugas-tugasnya sebagai media informasi (memberitakan secara actual, benar dan jujur ), media edukatif atau pendidikan, media hiburan, memediasi penguasa dengan rakyat dan sebagai pengoreksi, pengawas dan pengontrol penguasa dan pengusaha dalam menjalankan aktivitasnya. Di era sekarang ini pers lebih condong melakukan afiliasi dengan para pengusaha atau investor. Sehingga pers lebih banyak melakukan kritik terhadap penguasa atau elit pemerintah, dan sangat minim melakukan kritik terhadap pengusaha atau investor. Beda dengan zaman orde lama dan baru, pers lebih condong ber afiliasi dengan para penguasa atau elit pemerintah. Sehingga pers sangat minim melakukan kritik terhadap pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar