Senin, 11 Februari 2013

Islam“YES”, Partai Islam“NO”

Istilah (Islam “YES”, Partai Islam “NO”), mungkin sudah tak asing lagi dari pendengaran kita semua. Wacana ini mungkin telah lama bergaung. Di mana gagasan ini menjadi sebuah wacana yang sangat kontroversial, ketika Nurcholis Madjid atau yang akrab disapa Cak Nur menyatakan “Islam YES, Partai Islam NO”. Gagasan ini muncul secara bersamaan, ketika sebagian Masyarakat Islam memiliki keinginan untuk mendirikan partai yang berlabelkan Islam (Ideologi Partai). Mungkin disinilah kekontroversialan gagasan dari Nurcholis Madjid, yang mengundang amarah sebagian Masyarakat Islam di Indonesia pada umumnya.
Bagi saya, gagasan Cak Nur yang kontroversial ini mungkin disebabkan oleh sejarah pahit yang pernah tejadi di Benua Erofa pada abad pertengahan. Di mana agama di politisir demi kepentingan kelompoknya dan dijadikan sebuah alat untuk mencapai tujuannya, atau dalam istilah Amir Piliang adalah “Nilai – nilai Sakral yang Profankan”. Simbol – simbol Agama hanya dijadikan sebagai pemanis belaka. Hal inilah yang mungkin melatarbelakangi Cak Nur mengeluarkan gagasan seperti itu. Di mana agar sejarah pahit yang terjadi di Benua Erofa pada pertengahan abad itu tidak terjadi di Negeri Indonesia tercinta.

Selasa, 16 Oktober 2012

Sekilas tentang Ajeg Bali

 Jika kita amati secara seksama, tampak jelas kepada kita betapa tatanan dunia global atau modernitas saat ini dipenuhi oleh ketidakadilan. Kesenjangan sosial – ekonomi, sosial – cultural, ketimpangan antar daerah, refresi politik dan fundamentalisme etno – religius semakin berkembang biak. Semua ini adalah contoh – contoh kasar dari perselingkuhan kaum penguasa dan pengusaha yang hanya semata – mata mencari sebuah keuntungan buat kelompoknya dan pribadi pada khususnya. Kesenjangan atau konflik – konflik diatas pun kini makin merambat kedaerah – daerah yang memiliki letak geografis yang sangat sterategis. Salah satu pulau yang memiliki kesterategisan wilayah dan menjadi tempat persinggahan oleh ketidak adilan dunia Global dan modernitas adalah pulau seribu pura. Kesenjangan dan konflik – konflik ini harus tumbuh subur disebuah pulau yang di anggap sebagai titisan dewa oleh penduduknya. Berangkat dari realita ini, ada sebuah pertanyaan besar yang muncul dibenak penulis:  Mengapa kesenjangan atau permasalahan – permasalahan itu harus terjadi dipulau yang dianggap sebagai titisan dewa?....... Pertanyaan ini mungkin tidak timbul dari benak penulis saja, tapi pertanyaan ini menjadi sebuah PR bagi kita bersama, khususnya pada masyarakat Bali secara keseluruhan.

Premanisme VS Ruang Publik (Public Spyre)

Mungkin bagi kita semua, premanisme dan ruang publik adalah 2 konsep yang sudah tak asing lagi dari penglihatan dan pendengaran kita semua. Dua konsep ini menjelma menjadi sebuah kata yang mulai marak diperbincangkan oleh kalangan akademisi atau cendikiawan hingga masyarakat tataran bawah atau atas, baik perbincangan di warung – warung kopi maupun ditempat – tempat yang bersifat formal. Dalam konteks ini premanisme dapat  dimaknai sebagai paham tindakan kejahatan yang meresahkan keamanan masyarakat serta menganggu ketertiban umum dan memberikan pengaruh yang negatif bagi kesejahteraan dan perekonomian masyarakat, sedangkan ruang publik bagi Jurgen Hebermas dimaknai sebagai ruang bagi diskusi kritis yang terbuka bagi semua orang. Pada ruang publik ini, indivudu berkumpul untuk membentuk sebuah publik dimana nalar publik ini akan diarahkan untuk mengawasi kekuasaan pemerintah dan kekuasaan negara tanpa adanya dominasi atau hegemoni. Ruang publik mengasumsikan adanya kebebasan berbicara dan berkumpul, kebebasan pers, dan hak secara bebas berpartisipasi  dalam perdebatan politik dan pengambilan keputusan. Dua konsep yang telah dimaknai di atas, kini harus bertarung dalam memperebutkan sebuah tempat yang dianggap memiliki fungsi sebagai pelanjut tatanan hidup umat manusia. Perebutan tempat yang dimotori oleh 2 konsep ini (Premanisme dan Ruang Publik), lebih dominan terjadi pada kota – kota Metropolitan yang dianggap memiliki ruang yang menjanjikan untuk kelangsungan hidupnya. Seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Jogjakarta dan Bali.

Kamis, 17 Mei 2012

Bali dalam Sebuah Sejarah

Mungkin bila kita disuguhkan sebuah pertanyaan oleh seseorang tentang pulau yang memiliki panorama dan keindahan alam yang sangat eksotik atau tentang kebudayaan yang masih tradisional. Tanpa melakukan proses berfikir yang lama, pastinya otak kanan kita akan tertuju kepada sebuah pulau yang di apit oleh dua pulau, antara Pulau Jawa dan Pulau Nusa Tenggara Barat. Pertanyaan yang secara langsung akan tertuju pada pulau yang dianggap sebagai titisan Dewa, atau dalam bahasanya Erfing Goffman ”interaksi yang tidak disertai oleh interpretasi atau filterisasi yang membuat individu itu tidak melakukan proses berfikir dalam memberikan feed back terhadap lawan interaksinya”. Proses ini tiada lain adalah bentukan yang dilakukan oleh para elit atas atau intelektual organik yang memiliki tujuan terselubung, dalam pandangannya Peter. L Berger ini disebut sebagai bagian dari konstruksi sosial.Semisal diera pemerintah kolonial Hindia Belanda, Bali dibentuk sebagai pulau yang Bali yang dikenal sebagai pulau yang harmonis, tentram, damai, apolitis dan sebagai pulau wisata yang penuh dengan romantisme tentang ''tradisi, seni, religi serta keteraturan sosial". Pencitraan ini mulai di publikasikan kepada masyarakat Bali sekitar tahun 1920 ketika kekuasaan kolonial Hindia Belanda berada di puncak tahta. Hal ini berbarengan dengan makin berkembang biaknya sifat Nasionalisme di kubu pemuda-pemudi Bangsa Indonesia (Robinson : 2005). 

Jangan Kau Perkosa Kampungku

Hari yang sangat cerah dan dibarengi oleh kebahagian yang muncul diraut wajah sebagian masyarakat Karangasem, khususnya kampung Kecicang Islam. Kebahagian ini muncul disebabkan oleh adanya sebuah kebijakan pembangunan jalan yang menghubungkan antara Desa Kecicang Islam dengan Kota Payo, yang dibangun ditengah – tengah bentangan sawah dengan panorama yang sangat indah. Pembangunan ini pun harus berakibat pada pemunculan berbagai anggapan positif dari sebagian masyarakakat Karangasem khususnya masyarakat Kampung Kecicang Islam kepada para elit atas. Semisal anggapan bahwa pemerintah daerah sekarang adalah pemerintah yang benar – benar berkeinginan membangun tanah kelahiran kita semua, atau pemerintah sekarang memang benar – benar berkeinginan untuk memajukan tanah kelahiran kita, salah satu contohnya adalah pemerintah kini sudah bisa mendatangkan beberapa orang investor untuk menanamkan sahamnya atau pemerintah kini telah memprioritaskan agenda kerjanya pada sebuah pembangunan. Tapi bagiku ini semua hanyalah sebuah utopis atau ilusi belaka.

Rabu, 01 Februari 2012

Bali Pulau Desainan, dengan Kacamata Teori Peter L. Berger ( Konstruksi Sosial )

Dunia ini panggung sandiwara.
Ceritanya mudah berubah.
Kisah mahabrata atau tragedi dari yunani.
Setiap kita dapat satu peranan yang kita mainkan.( God bless) 
Mungkin semua orang tahu tentang pulau Bali, baik orang dari luar indonesia maupun dari dalam indonesia. Pulau yang di anggap memiliki ke indahan, keramahan, adat istiadat yang kental, dan dihuni oleh masyarakat yang berjiwa seni, religius dan lain - lainnya. Imege – imege ini membuat para wisatawan terhipnotis oleh ke eksotikan pulaunya dan ke tradisionalan adatnya. Sehingga para wisatawan luar dan dalam pun berbondong – bondong datang kepulau yang di anggap memiliki keromantisan dalam berlibur. Menurut data statistik tahun 2011, masyarakat atau negara dunia yang paling banyak berkunjung ke pulau Bali adalah Australia 790.965 orang (28,69 %), Jepang 183.284 orang (6,65%), korea 126.709 orang (4,60 %), China 236.868 orang (8,59 %), Taiwan 129.233 orang (4,69 %), Malaysia 169.719 orang (6,16 %), USA 90.154 orang (3,27%) dan France 111.542 orang (4,05 %), di tambah lagi dengan wisatawan dalam negeri yang berkunjung ke pulau Bali.

Jumat, 27 Januari 2012

Arab, Indonesia dan Kampus Putih

Sebuah cerita realis dari  negeri sebrang yang memiliki bangunan dengan nilai sejarah tinggi, dan memiliki nilai keindahan, kemegahan serta kesucian bagi pemeluk agama islam yang pada tiap tahunnya datang ke bangunan ini dengan tujuan mendekatkan diri pada illahi rabbi. Saudi arabia lah nama negeri ini, dengan bangunan Ka’bah yang menjadi iconnya. Sebuah negeri yang sangat indah, yang di anggap oleh masyarakat muslim memiliki keberkahan tersendiri. Tapi sayangnya ke indahan dan kesucian negeri ini harus di nodai dengan sebuah pertumpahan darah yang di lakukan oleh gerakan – gerakan islam transnasional atau fundamental, yang bertujuan membentuk formalisasi islam dalam sebuah masyarakat pada umumnya dan negara pada khususnya. Berbagai noda ia siramkan di negeri yang di anggap memiliki kesucian oleh umat muslim. Seperti pembunuhan yang ia lakukan terhadap para jama’ah haji dari syria,iran, irak dan lain – lainnya yang di anggap salah atau bid’ah.