
Bagi
saya, gagasan Cak Nur yang kontroversial ini mungkin disebabkan oleh
sejarah pahit yang pernah tejadi di Benua Erofa pada abad
pertengahan. Di mana agama di politisir demi kepentingan kelompoknya
dan dijadikan sebuah alat untuk mencapai tujuannya, atau dalam
istilah Amir Piliang adalah “Nilai – nilai Sakral yang
Profankan”. Simbol – simbol Agama hanya dijadikan sebagai pemanis
belaka. Hal inilah yang mungkin melatarbelakangi Cak Nur mengeluarkan
gagasan seperti itu. Di mana agar sejarah pahit yang terjadi di Benua
Erofa pada pertengahan abad itu tidak terjadi di Negeri Indonesia
tercinta.
Terbukanya
Kran Reformasi pada tahun 1998, yang ditandai dengan runtuhnya rezim
Orde Baru. Pembentukan Partai – Partai yang berlabelkan Islam kian
menjamur, dengan menawarkan berbagai visi atau misi yang mungkin
menarik atau dianggap cocok oleh sebagian masyarakat Muslim di
Indonesia. Semisal visi atau misi formalisasi islamlah, pemurnian
islam atau pengembalian Islam pada Al – Qur’an dan Al – hadits.
Sampul inilah yang membuat sebagian warga muslim di Indonesia
tertarik dan percaya kepada partai – partai yang dibungkus oleh
simbol – simbol islam. Sampul ini pula mampu menarik sebagian
masyarakat Islam pada tahun 2000 untuk berpartisipasi terhadap partai
yang berlabelkan islam, atau dalam istilah Althusser ini dinamakan
dengan Ideolgy State Aparatus. Di mana masyarakat digerakan
melalui sebuah ideologi yang dianggap cocok atau pas.
Tapi
bagi saya semua itu hanyalah pemanis belaka, di mana hal ini hanya
digunakan untuk memuluskan kepentingan kelompok atau pribadi belaka.
Saya teringat dengan steatment seorang cendikiawan yang Insialnya
disembunyikan. Dia berkata “Jika ada Partai Politik yang
berlabelkan Islam, mampu merealisasikan substansi Islam yang
bersumber pada Al – Qur’an dan Al – hadits. Maka dia akan
memperjuangkan Partai itu dengan Materiil atau Inmateriilnya sendiri
”. Sayangnya hingga kini tak ada satupun partai yang berlabelkan
islam, mampu merealisasikan substansi islam itu sendiri. Malah
sebaliknya, partai yang berlebel simbol – simbol islam kini
memperlihatkan prilaku yang tak wajar atau keluar dari norma atau
etika di dalam islam itu sendiri. Seperti Korupsi uang pengandaan Al
– Qur’an, Korupsi daging sapi dan lain – lainnya. Jadi sangat
wajar jika partisipasi atau kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap
partai berlebelkan Islam kini kian menurun.
Tindakan
– tindakan diataslah yang kini mampu menjawab gagasan Cak Nur
tentang politik di Indonesia, di mana partai yang berlebel islam
hanya akan memperburuk wajah islam di mata orang luar saja. Gagasan
ini masih relevan untuk dijadikan acuan, khususnya kepada Partai yang
masih mengunakan simbol – simbol Islam. Agar setidaknya setiap
partai tidak mengunakan simbol – simbol kesakralan, ini juga
berguna untuk keberlanjutan Partai itu sendiri pada khususnya dan
kebaikan Islam sebagai agama pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar